RifaigeoBumi menulis:Apa masih relevan bila di gunakan untuk pemetaan di daerah G. Api yg berumur tersier ( Purba ), dikarnakan Stratigrafi Gunung Api yg ada dalam SSI 96 ini didasarkan kenampakan pada G. Api yg berumur kwarter.
dan juga kita sebagai geologiest yg berada di Indonesia dimna hampir dominan tersusun oleh batuan2 product G.Api baik yg tersier maupun yg kwarter tp knpa dalam pemetaan di daerah G. Api tersebut kita masih menggunakan Lito strat..
apa karna Lito Strat jauh lebih mudah di bandingkan Volkano strat sehingga banyak geologiest lebih condong memakai lito.
sangat mubazir Bab yg terdapat dalam SSI 96 tersebut terkait Stratigrafi G.Api jika kita tidak bisa memakai dan mengaplikasikannya...seharusnya Indonesia yg kaya akan keberadaan G.api dimna penelitinya bisa menjadi tuan di rumah sndri..jgn malah peneliti asing yg lebih tau akan G.Api yg ada di Indonesia..
Regards
Rifai
Mas Rifai,menurut saya Stratigrafi Gunungapi di SSI 96, masih relevan, untuk mempelajari stratigrafi gunungapi tersier memang harus melihat kenampakan di gunungapi kuarter. Sebenarnya kenampakan batuan gunungapi tersier di lapangan untuk batuan gunungapi masih serupa dengan kenampakan yang kuarter. Mungkin memang perlu diperjelas lagi untuk Stratigrafi Batuan Gunungapi di SSI 96 dengan adanya tambahan2 gambar dsb.
Soal geologist di Indonesia lebih menggunakan litostrat dibanding vulkanostrat, karena kebanyakan geologist di Indonesia berkiblat ke negara Barat yg notabene setting geologinya sedimenter bukan vulkanik, selain itu sedikitnya para ahli geologi gunungapi di Indonesia, sehingga jarang sosialisasi mengenai vulkanostrat.
Menurut mas Rifai dimananya yang masih belum jelas?
SSI 96 BAB III soal Vulkanostratigrafi perlu diperjelas lagi, dan yang penting adalah sosislisasinya.
Salam,
Yang sedang belajar vulkanologi